Kamis, 17 Juli 2008

Konsultasi Hukum: Pelanggaran Pasal 284

Pertanyaan :

Saya seorang ibu rumah tangga yang juga berprofesi sebagai PNS di daerah. Suami saya berprofesi sebagai seorang pelaut. Dari perkawinan kami mempunyai seorang anak yang tinggal bersama orangtua saya di daerah lain. Keluarga saya bisa dikatakan tidak harmonis, kami sangat jarang kumpul, mungkin 2-3 bulan sekali ketemu. Itu pun dengan waktu yang sangat terbatas. Bahkan secara materi pun saya tidak terpenuhi. Memang betul saya dikirimi uang 1-2 bulan sekali oleh suami. Namun apabila ada keperluan keluarganya (orang tua dan adik-adik suami saya) saya harus kirimkan kembali uang tersebut, hampir-hampir saya tidak pernah merasakan hasil kerjanya. Bahkan dia pernah meminta saya untuk mengambil kredit di bank untuk kepetingan orangtuanya, dan sampai sekarang saya harus menanggung hutang tersebut. Pada intinya saya tidak pernah merasakan kepuasan batin dan materi. Namun semua itu saya tutupi dan tetap bersikap baik terhadap suami saya. Demikian sedikit tentang latar belakang keluarga saya.

Semua masalah ini berawal dari saya mengenal seseorang setahun yang lalu, sebut saja Hari, seorang bujangan yang juga berprofesi sebagai PNS. Saya simpatik kepadanya dan perasaan simpatik itu berubah menjadi perasaan suka. Singkat cerita kami saling suka dan pernah melakukan hubungan badan. Empat bulan berjalan, saya sadar apa yang saya lakukan itu salah, karena saya memiliki suami, dan saya memiliki rumah tangga. Inilah kebodohan saya. Maksud hati ingin memperbaiki kesalahan dengan mengaku kepada suami bahwa saya telah menjalin hubungan dengan Hari. Tapi iktikad baik saya itu malah menjadi petaka bagi saya. Pada November 2007 lalu suami saya melaporkan saya dan Hari ke Polisi, dan kami dijerat dengan pasal 284 dengan dasar pernyataan saya dan dengan saksi tetangga yang sering melihat Hari berkunjung ke rumah saya. Laporan pun diproses polisi. Satu bulan berjalan, atas kesepakatan keluarga, suami saya bersedia mencabut laporannya. Sehari sebelumnya, suami saya menelepon ke polisi bahwa akan mencabut laporannya.

Namun ketika suami saya datang ternyata berkas sudah dilimpahkan ke Kejaksaan dan langsung ditangani oleh seorang Jaksa. Polisi yang menangani bilang bisa saja dicabut walaupun sudah dilimpahkan. Suami saya membuat surat pernyataan pencabutan bermaterai 6000, satu diserahkan kepada saya (sampai sekarang masih saya pegang) dan yang satu diserahkan kepada Jaksa. Tapi jaksa menolak dan membujuk suami saya untuk membatalkan pencabutan laporan dan tetap melanjutkannya ke persidangan dengan alasan yang tak logis dan membakar emosi suami saya. Jaksa bilang kepada saya dan suami bahwa sidang satu kali saja dan selesai. Jadi tidak perlu dicabut. Sidang berjalan, saya dan Hari yang awam dan tidak mengerti tentang hukum mengikuti persidangan tanpa didampingi penasehat hukum. Di persidangan saya dan Hari mengaku bersalah dan menyesal, kami sangat malu, malu dengan keluarga, teman dan di masyarakat. Menurut kami itulah hukuman yang paling berat bagi kami. Sidang kedua berlanjut, saya dan Hari mulai merasa aneh.

Seminggu sebelum sidang Tuntutan, Hari dipanggil Jaksa, dan sangat mengejutkan Hari dimintai sejumlah uang yang bagi kami lumayan besar jumlahnya dan tidak sanggup kami siapkan dalam waktu singkat, alasan Jaksa itu adalah “harga PNS itu mahal”, apabila hukumannya 6 bulan atau lebih maka kami akan dipecat dari pekerjaan kami. Seminggu berjalan, kami juga tidak bisa menyediakan uang tersebut dan mengaku pasrah kepada Jaksa.

Sayangnya untuk ini kami tidak memiliki bukti yang cukup, seandainya saja Hari waktu itu merekam pembicaraanya dengan Jaksa itu. Akhirnya Jaksa menuntut saya berupa kurungan selama 6 bulan dan menuntut Hari dengan kurungan selama 8 bulan (ini sangat aneh, harusnya tuntutannya sama). Sebelum sidang Putusan, saya dan Hari menemui Hakim secara pribadi. Kami ceritakan semuanya dari awal sampai akhir, Hakim mengerti keadaan itu dan ingin membantu. Menurut hakim akan sangat sulit seandainya kami dibebaskan, Jaksa akan melakukan banding. Jalan satu-satunya Hakim menjatuhkan Hukuman yang tinggi, jadi Jaksa tidak banding dan kami yang naik banding. Sidang putusan berjalan, Hakim menjatuhkan hukuman kepada kami masing-masing 5 bulan kurungan.

Tapi tidak berhenti sampai di sini. Hakim sudah menjatuhkan lebih dari separuh tuntutan jaksa, namun jaksa tetap mengejar kami dengan ikut naik banding. Dan sampai sekarang prosesnya masih sampai pengajuan naik banding. Sekarang suami saya pergi berlayar dengan rute luar negeri, dan masa bodoh dengan urusan ini. Ada yang kami bingungkan, paman Hari seorang polisi mengatakan bahwa kasus kami ini tidak mungkin disidangkan karena akan mengakibatkan perceraian. Tapi buktinya kami tetap disidangkan. Manakah yang benar?

Apa yang harus kami lakukan selanjutnya? Apakah langkah-langkah pengajuan banding itu? Apakah memori banding cukup membantu? Apa saja yang perlu saya tulis dalam memori banding? Saya tidak mungkin maafkan tindakan suami saya ini, ini cukup berat bagi saya, sementara keluarga suami saya juga tidak bisa menerima saya lagi. Terhitung sejak bulan November 2007 suami saya tidak pernah menafkahi saya lahir dan batin. Bagaimana jadinya seandainya saya bercerai dengan suami saya dan saya menikah dengan Hari? Apakah kasus ini tetap dilanjutkan? Langkah apa saja yang harus saya lakukan untuk mengajukan tuntutan perceraian? Dalam sidang perceraian apakah saya wajib memberikan uang kasih sayang kepada suami saya? Bagaimana seandainya saya tidak mampu memberikannya apakah sidang perceraian itu dibatalkan? Mengingat sepertinya suami saya hanya ingin menyiksa saya dengan tidak menceraikan saya lalu meninggalkan saya pergi berlayar. Terus terang kami yang awam tentang hukum tidak mengerti dengan keadaan ini, tidak ada tempat saya untuk bertanya.

Sebagian besar keluarga saya menyalahkan saya, kami tidak punya muka lagi untuk berada di tempat umum. Sempat saya frustasi dan berfikir yang macam-macam, terus terang saya stres berat. Beruntung Hari orang yang baik, dia tidak meninggalkan saya, kami hadapi masalah bersama, dialah yang mensupport saya hingga saya bisa bertahan sampai sekarang. Pengasuh boleh tidak percaya dengan cerita saya ini, tapi Demi Tuhan inilah yang terjadi pada saya saat ini. Maaf cerita dan pertanyaan saya ini terlalu panjang. Terimakasih sebelumnya. (widi handayani)

Jawaban :

Terima kasih Bu Widi,

Kami turut prihatin atas kasus hukum yang menimpa Anda. Tentu saja, tidak pada tempatnya kami ikut mencampuri proses hukum banding yang sekarang sedang berjalan. Kami menyarankan agar Anda mengikuti proses hukum ini tanpa berusaha mempengaruhi jaksa atau hakim. Langkah Anda menemui jaksa dan hakim secara pribadi menurut kami justru membuka peluang terjadinya hal-hal yang bisa merugikan. Satu hal patut kita ingat bahwa dalam pidana, seseorang yang melakukan tindak pidana harus mempertanggungjawabkan perbuatannya secara hukum.

Kami ingin fokus menjawab pertanyaan tentang Pasal 284 KUHP. Selengkapnya kami kutipkan berikut ini.

Pasal 284 KUHP

(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan:

1.a. Seorang pria yang telah kawin yang melakukan mukah (overspel) padahal diketahui bahwa pasal 27 BW berlaku baginya;

b. Seorang wanita yang telah kawin yang melakukan mukah.

2.a. Seorang pria yang turut serta melakukan perbuatan itu, padahal diketahuinya bahwa yang turut bersalah telah kawin.

b. Seorang wanita yang telah kawin yang turut serta melakukan perbuatan itu, padahal diketahui olehnya bahwa yang turut bersalah telah kawin dan pasal 27 BW berlaku baginya.

(2) Tidak dilakukan penuntutan melainkan atas pengaduan suami/isteri yang tercemar, dan bilamana bagi mereka berlaku pasal 27 BW, dalam tenggang waktu tiga bulan diikuti dengan permintaan bercerai atau pidah meja atau ranjang karena alasan itu juga.

(3) Terhadap pengaduan ini tidak berlaku pasal 72, pasal 73, pasal 75 KUHP

(4) Pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan dalam sidang pengadilan belum dimulai.

(5) Jika bagi suami isteri berlaku pasal 27 BW, pengaduan tidak diindahkan selama perkawinan belum diputuskan karena perceraian atau sebelum putusan yang menyatakan pisah meja atau ranjang menjadi tetap.

Pasal ini mengatur tentang perzinahan, atau yang biasa disebut mukah (overspel). Oleh karena Anda sudah menikah, maka perbuatan dengan H dapat dikualifisir sebagai perzinahan, dan karenanya polisi dan jaksa bisa menggunakan pasal 284 KUHP.

Perzinahan adalah persetubuhan yang dilakukan oleh laki-laki dengan perempuan dimana salah satu atau dua-duanya sudah menikah dengan orang lain. Agar bisa dijerat dengan pasal ini, perzinahan tersebut dilakukan dengan suka sama suka. Tidak boleh ada paksaan dari salah satu pihak.

Dalam pasal ini dibedakan antara mereka yang tunduk pada Pasal 27 BW (orang Eropa dan yang dipersamakan) dengan mereka yang tidak tunduk (orang yang beragama Islam). Pasal 27 BW mengatakan, seorang laki-laki hanya boleh menikah bersama seorang perempuan atau sebaliknya. Mereka yang tunduk pada pasal ini tidak boleh berzina dengan orang lain. Kalau melakukan, berarti dapat dipidana.

Ancaman hukuman dalam pasal 284 KUHP adalah sembilan bulan penjara. Jika seseorang dihukum lima bulan, berarti hakim melihat ada unsur yang membuat pelaku tak perlu dihukum maksimal. Dengan hukuman seberapa pun, jaksa atau terhukum berhak mengajukan banding. Tidak ada jaminan bahwa apabila terdakwa divonis bebas, jaksa tidak akan banding. Kalau sudah masuk proses hukum di pengadilan, tentu saja semua hak dapat dimanfaatkan oleh para pihak. Kelak, bila hakim banding menjatuhkan putusan maksimal, Anda pun berhak mengajukan kasasi.

Bukan berarti kasus mukah yang diatur pasal 284 KUHP harus bergulir sepenuhnya ke meja hijau. Tindak pidana yang diatur pasal ini adalah delik aduan yang absolut. Artinya, pelaku tidak dapat dituntut apabila tidak ada pengaduan dari pihak suami atau isteri yang dirugikan. Dalam kasus ini, suami Anda sudah membuat pengaduan ke polisi. Meskipun demikian, pengaduan dimaksud tetap dapat dicabut asalkan selama perkara ini belum diperiksa di muka persidangan. Dengan kata lain, karena perkaranya sudah dilimpahkan jaksa ke pengadilan, maka pencabutan pengaduan oleh suami tidak bisa mempengaruhi perkara. Mungkin saja, hakim menjadikan pencabutan aduan itu sebagai unsur yang meringankan.

Sifat lain yang perlu dicatat dari pasal 284 KUHP adalah perkara tidak boleh dibelah. Maksudnya, apabila A (suami) mengadukan B (isteri) telah berzina dengan pria lain (C), maka A tidak boleh hanya mengadukan C dengan alasan masih sayang kepada isterinya. Pelaku permukahan, dalam kasus ini B dan C, harus sama-sama diproses hukum. Bahwa kemudian jaksa tidak menuntut B ke muka persidangan, itu merupakan hak oportunitas jaksa untuk mengesampingkan perkara.

Anda mengaitkan pertanyaan dengan kemungkinan perceraian. Berdasarkan pasal 284 ayat (5) KUHP, jika suami isteri tunduk kepada Pasal 27 BW (burgerlijk wetboek), maka pengaduan harus diindahkan sebelum terjadi perceraian suami-isteri. Artinya, sebelum perkara pidana diproses, si pengadu/pelapor harus terlebih dahulu mengajukan gugatan cerai atau pisah ranjang kepada isteri atau suaminya. Kalau tidak ada gugatan perceraian, dakwaan jaksa dinyatakan “tidak dapat diterima” atau “menjadi batal” karena tidak memenuhi syarat formil. Pandangan ini pula yang selama bertahun-tahun dianut oleh Mahkamah Agung (vide putusan MA No. 1080 K/Pid/1987 tanggal 27 September 1989).

Namun pandangan ini sudah mulai ditinggalkan ketika MA menangani kasus yang mirip dengan apa yang Anda alami. Seorang perempuan PNS melakukan mukah dengan pria lain. Si suami memang melaporkan isteri dan pasanganmukahnya ke polisi, tetapi tidak mengajukan gugatan cerai (kasusnya terjadi di Waingapu). Terhadap perkara ini, akhirnya MA mengubah pendirian. MA menyatakan untuk diindahkannya pengaduan atas Pasal 284 KUHP, tidak berarti terlebih dahulu ada perceraian suamu – isteri. Pasal 284 KUHP berlaku pula terhadap seorang suami yang tidak tunduk kepada pasal 27 BW. (vide putusan MA No. 135 K/Pid/1988 tertanggal 28 Februari 1990).

1 komentar:

Jefry mengatakan...

Apakah PNS yang terjerat pasal 284 akan dikenakan sanksi atau di pecat?